Jakarta –
Setara Institute meneliti tipe-tipe cara mahasiswa beragama. Ada mahasiswa dari 10 kampus negeri yang diteliti. Mereka terbagi dari mahasiswa yang beragama dengan tipe konservatif hingga inklusif.
Pemaparan survei 'Tipologi Beragama Mahasiswa di 10 Perguruan Tinggi Negeri' digelar di Hotel Ibis Tamarin, Jl KH Wahid Hasyim No 77, Jakarta Pusat, Minggu (30/6/2019). Pemaparnya adalah Noryamin Aini selaku peneliti Setara Institute. Noryamin juga merupakan dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta.
10 Perguruan Tinggi Negeri tempat asal mahasiswa yang dijadikan responden adalah UI, UNAIR, Universitas Brawijaya, ITB, UNY, UGM, UNRAM, IPB, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ada 1.000 mahasiswa S1 yang dijadikan responden. Masing-masing kampus punya 100 responden. 84% Dari responden adalah muslim. Metode riset ini adalah survei.
Tipe beragama seribu mahasiswa itu dikelompok-kelompokkan lewat model pertanyaan, yakni pertanyaan soal konservatisme, fundamentalisme, apresiasi keberagaman, setuju tidaknya dengan privatisasi agama (agama urusan privat atau bukan), hingga visi agama terhadap negara.
Berikut 10 peringkat kampus dalam kategori 'Fundamentalisme Pendirian Beragama Responden'. Semakin atas peringkatnya maka semakin fundamentalislah mahasiswanya (bukan kampusnya):
1. UIN Bandung
2. UIN Jakarta
3. UNRAM
4. IPB
5. UNY
6. UGM
7. Universitas Brawijaya
8. ITB
9. UNAIR
10. UI
Fundamentalisme di sini dimaknai sebagai konsep yang paling dasar, membuat orang menjadi yakin dalam pilihan-pilihan keagamaan. Cara melihat data ini tergantung perspektif yang digunakan. Bisa saja pengamat memandang tingginya angka konservatisme adalah kabar baik, namun bisa pula pengamat memandang tingginya angka konservatisme adalah kabar buruk.
Survei Setara Institute 'Tipologi Beragama Mahasiswa di 10 Perguruan Tinggi Negeri', dipaparkan Noryamin Aini. (Jefri Nandy Satria/detikcom) |
"Apakah kemudian ini dianggap negatif, itu bagaimana kita caranya melihat dari perspektif yang berbeda," kata Noryamin.
Berikut 10 peringkat kampus dalam kategori 'Konservatisme Beragama'. Semakin atas peringkatnya maka semakin konservatif.
1. UIN Jakarta
2. UIN Bandung
3. UNY
4. IPB
5. ITB
6. UGM
7. UI
8. UNRAM
9. Universitas Brawijaya
10. UNAIR
"Yang tadi tingkat fundamentalismenya tinggi juga mempunyai kecenderungan konservatisme yang tinggi juga," kata Noryamin. Dia menjelaskan lawan dari konservatif adalah liberal.
Berikut di bawah ini adalah 10 peringkat kampus dalam kategori 'Eksklusivisme-Inklusivisme Internal Umat Beragama'. Rangking tertinggi berarti paling inklusif alias terbuka terhadap keberagaman, dan ranking terbuka berarti semakin eksklusif. Eksklusif di sini tentu saja hanya dimaknai sebatas eksklusivisme agama, bukan dari eksklusivisme kelas sosial-ekonomi atau yang lainnya.
1. UI
2. UNAIR
3. Universitas Brawijaya
4. UGM
5. ITB
6. IPB
7. UNRAM
8. UNY
9. UIN Bandung
10. UIN Jakarta
"Kalau kita lihat UI yang cenderung lebih bisa inklusif dari pada umat yang berbeda agama," kata Noryamin.
Berikut di bawah ini adalah 10 peringkat 'Dukungan terhadap Instrumen Kekerasan Agama'. Semakin tinggi peringkatnya, semakin mahasiswa di kampus ini tidak mendukung penggunaan kekerasan dengan alasan agama. Semakin rendah peringkatnya, semakin mahasiswa di kampus ini mendukung kekerasan dengan alasan agama.
1. UGM
2. ITB
3. Universitas Brawijaya
4. UI
5. IPB
6. UNY
7. UNRAM
8. UNAIR
9. UIN Jakarta
10. UIN Bandung
"Artinya kalau ditanyakan di saat anda merasa agama Anda dikhianati atau umpamanya saja dilecehkan, Anda bisa nggak membenarkan kekerasan agama untuk kemudian melabrak orang yang melakukan penistaan agama itu? Nah, kecenderungannya mahasiswa dari UIN Bandung, UIN Jakarta, yang menarik UNAIR di situ agak sedikit berbeda, tapi UNRAM konsisten juga mendukung ide-ide instrumentasi kekerasan untuk membela kepentingan agama," kata Noryamin.
Berikut 10 peringkat 'Dukungan terhadap Privatisasi Agama dalam Ranah Publik'.
1. UI
2. UNAIR
3. UNBRA
4. ITB
5. UNY
6. UGM
7. UNRAM
8. IPB
9. UIN Jakarta
10. UIN Bandung
Berikut 10 peringkat 'Beragama dalam Konteks Bernegara (Prioritas Kepentingan Negara)'.
1. UI
2. UNAIR
3. ITB
4. UGM
5. UNBRA
6. IPB
7. UNRAM
8. UNY
9. UIN Bandung
10. UIN Jakarta
Semakin tinggi peringkatnya, maka semakin mahasiswa di kampus-kampus ini tidak mendukung pendirian negara teokratis, atau bisa disebut khilafah. "Mahasiswa dari kelompok UI, Brawijaya, UGM, UNAIR dan ITB, lagi-lagi kelompok yang cenderung lebih mendukung ide beragama dalam konteks bernegara yang bentuknya substansialis. Tetapi kelompok yang ada di lingkungan bawah tadi mereka punya greget untuk memperjuangkan agama itu pada pola-pola yang formal. Kalau perlu kemudian semuanya, pemimpinnya harus orang agama yang sama dengan dia," tutur Noryamin.
Bila semua tabel di atas digabungkan, maka akan nampak pola rata-ratanya. "Artinya, mahasiswa dari kelompok UIN Jakarta dan UIN Bandung, UNY, IPB, dan UNRAM memperlihatkan kecenderungan fundamentalisme dan konservatisme yang relatif kuat. Kampus yang lainnya itu kecenderungannya berada di bawah rata-rata," kata Noryamin.
Peneliti menerima anggapan umum, bahwa mahasiswa ilmu eksakta cenderung lebih konservatif-fundamentalis ketimbang mahasiswa ilmu sosial yang lebih kasual dalam beragama. Namun menurut Noryamin, anggapan umum tersebut belum tentu benar.
"Kita juga buktikan di sini, ternyata latar belakang keilmuan tidak berpengaruh signifikan," kata dia.
Di sini, mayoritas responden (46,2%) berlatar bidang studi ilmu alam, dan hanya sebagian kecil berlatar keilmuan humaniora. Mayoritas dari mereka mengeyam pendidikan di sekolah umum. Hampir 80,2% responden berlatar belakang pendidikan sekolah umum. Hanya 14% responden berlatar sekolah agama (madrasah-pesantren). Dengan kata lain, mayoritas responden tak mengeyam pendidikan yang dominan agama. Mereka adalah fenomena generasi milenial yang cenderung terdidik di sekolah umum.
Noryamin melihat mahasiswa yang dididik di pesantren cenderung bisa memahami agama secara lebih menyeluruh (holistik) dan menyadari soal keragaman, namun pengalaman riil mereka berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda agama cenderung kurang. Namun ada pula mahasiswa yang berlatar belakang SMA non-pesantren malah cenderung lebih fundamentalis. Selain itu, faktor orang tua dinialinya punya peran penting.
"Orang tua yang konservatif cenderung melahirkan anaknya yang fundamentalis dan cenderung melahirkan anaknya yang konservatif," tutur Noryamin.
Secara umum, peneliti menghindari penyimpulan bahwa sejumlah kampus adalah inklusif, kampus lainnya eksklusif, kampus sebelahnya fundamentalis-konservatif, atau generalisasi lainnya. Dia mengatakan realitas yang dipotret ini adalah realitas mahasiswa kampusnya, bukan kampus itu sendiri secara institusi.
"Jadi bukan kampusnya yang ekslusif atau inklusif tapi mahasiswnya," kata dia.
(dnu/nvl)
Survei Setara Institute Sebut Mahasiswa Kampus-kampus Ini Fundamentalis.
Comments
Post a Comment